Bukan Ruang Usaha, Ini Ruang Hidup! Warga Komplek Ruko Central Park Pertahankan Fasum Bukan Ruang Usaha, Ini Ruang Hidup! Warga Komplek Ruko Central Park Pertahankan Fasum


Bukan Ruang Usaha, Ini Ruang Hidup! Warga Komplek Ruko Central Park Pertahankan Fasum


Etahnewsw,id | BATAM
- Rencana pembangunan oleh PT Bangun Makmur Sejati di atas lahan fasilitas umum (fasum) dan ruang terbuka hijau (RTH) di Komplek Ruko Central Park, Kelurahan Tanjung Uma, Kecamatan Lubuk Baja, memicu gelombang penolakan dari warga. Proyek yang diawali dengan pemasangan pagar seng itu dianggap menyalahi peruntukan lahan yang semula ditetapkan sebagai ruang hijau.

Pantauan di lapangan, Rabu (25/6), sejumlah pekerja terlihat mulai memasang pagar seng di lokasi. Namun, aksi tersebut langsung diprotes warga yang menilai alih fungsi lahan itu merugikan masyarakat dan merusak tata ruang.

"Ini lahan ruang hijau, bukan untuk bangunan. Kalau dibangun, di mana lagi kami bisa menikmati ruang terbuka? Kami menolak keras," ujar seorang warga

Sebelumnya, Ketua Umum LSM Aliansi Ormas Peduli Kepri, Ismail, mengungkapkan bahwa pembangunan tersebut bermula dari revisi fatwa planologi yang dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Revisi itu ditandatangani oleh salah satu pejabat BP Batam, Fresley, di penghujung masa jabatannya.

Ismail mempertanyakan dasar hukum dari revisi tersebut, karena dinilai mengubah peruntukan lahan secara signifikan dari yang semula merupakan fasilitas umum (fasum) dan ruang terbuka hijau (RTH), menjadi kawasan komersial.

“Dalam aturan awal, dari satu hektare lahan, maksimal 60 hingga 70 persen boleh dibangun. Sisanya wajib diperuntukkan untuk fasilitas umum dan ruang terbuka hijau. Revisi ini jelas bertentangan dengan prinsip tata ruang yang berlaku,” tegas Ismail.

Menurutnya, alih fungsi lahan tersebut bukan hanya melanggar ketentuan teknis, tetapi juga mengancam kenyamanan dan hak warga yang sudah tinggal dan berusaha di kawasan itu. “Warga yang sudah lama memiliki ruko di sini tentu merasa dirugikan. Mereka punya hak untuk menolak,” ujarnya.

Ia juga menyoroti dampak lingkungan dan sosial jangka panjang. Berkurangnya ruang terbuka hijau akan mengurangi kualitas udara, mempercepat banjir, hingga menurunkan nilai properti warga. “Kalau pembangunan ini diteruskan, dampaknya bisa luas. Bukan hanya lingkungan rusak, tapi investasi warga juga terancam,” jelasnya.

Dari sisi hukum, warga menilai kebijakan revisi ini cenderung berpihak kepada pengembang dan mengabaikan kepentingan publik. Beberapa pemilik ruko bahkan menyatakan siap menggugat keputusan tersebut jika BP Batam tetap memaksakan rencana pembangunan.

“Jika BP Batam tidak mencabut revisi ini, kami siap tempuh jalur hukum. Ini bukan hanya soal bangunan, tapi hak masyarakat yang diabaikan,” tegas salah satu perwakilan warga.

Ismail menambahkan, BP Batam seharusnya melakukan kajian lingkungan dan sosial sebelum menerbitkan keputusan besar seperti ini. Tanpa analisis mendalam, kebijakan ini hanya akan memicu konflik horizontal di masyarakat.

Ia juga mengingatkan bahwa berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), minimal 30 persen dari suatu kawasan harus dialokasikan untuk RTH. Jika pembangunan dipaksakan, Komplek Central Park akan kehilangan salah satu elemen vital kota.

“Keputusan ini mencederai keadilan sosial dan melanggar prinsip pembangunan berkelanjutan. Kami mendesak BP Batam segera mencabut revisi fatwa tersebut dan mengembalikan fungsi lahan sesuai peruntukannya,” pungkas Ismail.(OK)
أحدث أقدم