Etahnews.id | BATAM - Penetapan dan penahanan WNA Singapura berinisial TNT sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam itu aneh dan salah kaprah. TNT ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan fasum perumahan Merlion Square Tanjung Uncang kepada WNA Korea berinisial KKJ senilai Rp. 4,89 miliar, Ketua Yayasan Suluh Mulia Pionir pada konferensi pers Kejari Batam Selasa 17 Juni 2025 kemarin."Penerapan UU Tipikor terhadap orang swasta, apalagi orang asing, bukan ASN, aparatur, penyelenggara dan pejabat negara itu aneh. Ini bisa salah kaprah." kata Cak Ta'in kepada media di Batam Center Rabu (18/6).
Menurut Cak Ta'in, filosofi lahirnya UU pemberantasan korupsi itu untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih. Maka lahirnya hampir bersamaan UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Baik dan Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai leading sektor.
"Semangatnya membersihkan aparatur, aparat, penyelenggara dan pejabat negara dari semua tindak pidana korupsi. Apakah pihak di luar itu tidak bisa dijerat dengan UU Tipikor? Tetap bisa tapi turut serta dalam proses hukumnya penyelenggara tersebut." urainya.
Mantan Dosen Unrika Batam itu menilai dari sudut pandang berbeda, persoalan fasum sebuah kawasan perumahan yang seharusnya diserahkan kepada pemko namun tidak dilakukan, sesungguhnya ada unsur kelalaian pejabat terkait, sehingga berpotensi terjadi kerugian negara. Fasum perumahan Merlion Square ketika jadi aset Pemko Batam, apakah bisa senilai angka tersebut, pasti tidak, lalu tiba-tiba dianggap dari hasil audit BPK sebagai kerugian negara.
"Sebenarnya yang salah Pemko Batam, mengapa pengembang yang diwajibkan menyerahkan fasum kepada Pemko tidak dipaksa menyerahkan saat persetujuan ijin mendirikan bangunan. Misalnya disyaratkan sudah pecah PL untuk fasumnya dan langsung serah terima kepada Pemko Batam. Jika itu dilakukan tentu tidak ada masalah, dan kejadian seperti fasum perumahan Merlion Square tidak terjadi," jelasnya.
Lebih lanjut Cak Ta'in menambahkan, masalahnya hampir tidak ada pengembang yang menyerahkan fasum kepada Pemko Batam, tapi kepada warga penghuni kompleks perumahannya. Bahkan ada lokasi fasum beberapa perumahan juga sudah dijual kepada pihak ketiga. "Pertanyaannya apa mungkin Jaksa mau usut semua? Saya bisa tunjukkan nanti..!" ujarnya.
Pertanyaannya lagi, lanjut Cak Ta'in, bagaimana dengan fasum yang berada dalam kawasan perumahan mewah yang eksklusif dan tidak terbuka akses buat publik. "Kalau semua fasum diklaim sebagai aset Pemko Batam, tentu tidak boleh ada yang tidak diakses publik, apalagi yang dibangun menggunakan APBD. Jadi masalahnya sangat kompleks persoalan fasum perumahan tersebut," tegasnya.
"Masalah utamanya ada pada kebijakan Pemko Batam dan eksekusi nya, bukan pada pengembang. Kasus yang diterapkan kepada WNA Singapura itu jelas tidak memenuhi kontruksi hukum tindak pidana korupsi, kecuali ada unsur penyelenggara negara sebagai penanggung jawab utamanya. Jangan kemudian kasus ini menjadi juruprudensi bagi masalah fasum perumahan lainnya, dan tidak diproses secara adil oleh kejaksaan. Kasus ini bakal menarik untuk bahan diskusi ilmiah di kampus hukum dan bagi praktisi hukum," pungkasnya nya. (DN)