Etahnews.id | BATAM – Anggota Komisi IV DPRD Kota Batam, Tapis Dabbal Siahaan, SH, menyampaikan keprihatinannya terhadap sikap manajemen PT Rockuout Tropika Tirta (Arch Alley) yang tidak menghadiri mediasi ketiga yang dijadwalkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Batam pada Rabu (11/6/2025), terkait kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap salah satu karyawannya.
“Saya menilai perusahaan terlalu meremehkan persoalan dan tuntutan pekerja yang mereka PHK secara sepihak. Ketidakhadiran mereka dalam mediasi ketiga menunjukkan itikad yang tidak baik dalam menyelesaikan masalah ini,” ujar Tapis saat dimintai keterangan oleh wartawan.
Ia mendesak pemerintah Kota Batam, khususnya Disnaker, untuk segera mengeluarkan anjuran resmi demi kejelasan nasib pekerja. “Saya berharap Disnaker Batam tidak lagi menunda dan segera membuat anjuran sesuai ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam melalui mediator, Annisa, menjelaskan bahwa pihaknya telah menjalankan proses sesuai prosedur hukum yang berlaku dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial. “Sesuai ketentuan, mediasi dilakukan maksimal tiga kali. Karena pihak perusahaan tidak hadir dalam mediasi ketiga, maka kami akan segera mengeluarkan surat anjuran sebagai tindak lanjut dari mediasi,” jelasnya.
Annisa menambahkan, pihaknya telah menelaah kasus yang dialami oleh pekerja atas nama Henni Hasibuan, dan mendorong agar kedua belah pihak tetap membuka ruang dialog. “Namun karena dianggap deadlock, maka sesuai aturan, anjuran resmi akan diterbitkan, khususnya ditujukan kepada pihak pemberi kerja,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Henni Hasibuan yang bekerja di PT Rockuout Tropika Tirta sejak 12 Desember 2023 mengaku di-PHK secara sepihak tanpa pemberian surat peringatan atau proses klarifikasi. Ia menyebut tuduhan pertengkaran dengan rekan kerja menjadi alasan pemecatannya, padahal tidak pernah terjadi konfrontasi sebagaimana dituduhkan.
"Saya diberhentikan tanpa prosedur yang benar. Tidak pernah ada pemanggilan atau klarifikasi dari manajemen maupun HR,” jelas Henni.
Selain itu, Henni mengeluhkan sistem pengupahan di perusahaan tersebut. Ia menyebut hanya menerima gaji Rp2.800.000 per bulan, jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Batam yang berlaku. Padahal dirinya telah menandatangani kontrak kerja untuk periode 20 Februari 2025 hingga 19 Februari 2026.
Kasus Henni kini telah memasuki tahap akhir penyelesaian di Disnaker Batam. Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen PT Rockuout Tropika Tirta belum memberikan tanggapan atau pernyataan resmi terkait persoalan ini.
Tapis Dabbal Siahaan mengingatkan bahwa sebagai kota industri dan jasa, Batam harus menjadi contoh dalam perlindungan ketenagakerjaan. “Perusahaan harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku dan menghargai hak normatif pekerja. Jangan ada lagi tindakan sewenang-wenang seperti ini terjadi di Batam,” tutupnya.(DN)