Etahnews.id | BATAM – Federasi Serikat Pekerja Pariwisata SPSI mengecam keras penutupan sepihak yang dilakukan manajemen PT Metro Puri Harmoni (Harmoni Suites Hotel) di Jalan Imam Bonjol, Nagoya, Batam.
Penutupan usaha pada 16 Mei 2025 itu dinilai cacat hukum, melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan sarat dugaan sebagai tindakan balasan terhadap aktivitas serikat pekerja.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata SPSI, Subri Wijonarko, mengatakan penutupan terjadi hanya sehari setelah serikat mengeluarkan surat mogok kerja pada 15 Mei 2025. Menurutnya, langkah itu jelas mengabaikan ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 146 yang mewajibkan pemberitahuan PHK minimal tujuh hari sebelumnya.
“Ini bentuk arogansi dan kesewenang-wenangan pengusaha. Tidak ada pembicaraan terlebih dahulu dengan serikat pekerja. Penutupan ini kami nilai sebagai upaya menghilangkan keberadaan serikat di perusahaan,” tegas Subri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPRD Batam, Jumat (15/08/2025).
Ia menambahkan, pekerja tidak hanya kehilangan mata pencaharian, tetapi juga hak untuk memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya. “Perusahaan dalam kondisi sehat, tidak ada kendala membayar upah, dan tingkat hunian masih di atas 60–75 persen. Alasan kerugian itu tidak masuk akal,” ujarnya.
Selain menuding penutupan melanggar UU Ketenagakerjaan, Subri juga menyoroti perundingan bipartit yang menurutnya tidak dijalankan sebagaimana amanat UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
“Peraturan Perusahaan yang berlaku hingga 2026 dan Perjanjian Bersama yang sudah terdaftar di PHI seharusnya dihormati,” tambahnya.
Serikat pekerja menolak kompensasi pesangon hanya satu kali ketentuan yang diberikan perusahaan. Mereka menuntut agar pekerja diprioritaskan untuk dipekerjakan kembali jika hotel beroperasi lagi. Namun, pihak pengusaha tidak menyetujui. Serikat menduga kuat perusahaan memang berencana membuka kembali hotel setelah serikat pekerja tidak lagi ada di dalamnya.
Di sisi lain, manajemen yang diwakili Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Cakrawala Justice Law Firm. Amsal Lumbangaol dan Aksa menyatakan telah beritikad baik memenuhi kewajiban. Dari 45 pekerja terdampak, 37 disebut sudah menerima kompensasi, sementara delapan yang menolak telah ditawari bekerja kembali namun gagal mencapai kesepakatan.
“Kami sudah membayar gaji hingga 2 Juni 2025 dan memberikan pesangon sesuai ketentuan. Tuntutan tambahan tidak bisa kami penuhi,” kata perwakilan manajemen.
Mediator Disnaker Batam, Amori, menegaskan pihaknya sudah memediasi perselisihan ini dan pintu damai tetap terbuka. “Kalau tidak tercapai kesepakatan, silakan menempuh jalur Pengadilan Hubungan Industrial,” jelasnya.
Hal senada disampaikan Agus pihak mediator dari Disnaker Batam, "Apa sulitnya pihak perusahan mengabulkan jikalau memang perusahan kembali beroperasional. Kan mereka meminta jikalau hanya kembali buka. Kita ingin seluruh pihak bisa saling bersepakat. Dimana pekerja telah bersepakat menerima 1kali ketentuan", tambahnya.
Ketua Komisi IV DPRD Batam, Dandis Rajagukguk, yang memimpin RDP bersama Wakil Ketua Tapis Dabbal Siahaan, SH, dan anggota Novelin Fortuna Sinaga, SH, menekankan agar penyelesaian dilakukan secara adil dan berdasarkan musyawarah.
Hingga kini, delapan pekerja bersama serikatnya masih teguh mempertahankan tuntutan bahwa penutupan Harmoni Suites Hotel adalah tindakan melawan hukum. Sementara itu, manajemen tetap berpegang bahwa seluruh kewajiban telah dipenuhi sesuai aturan.(RP).