![]() |
| Gbr Ilustrasi parkatik Mafia Impor Beras |
Etahnews.id | BATAM - Dugaan keberadaan kartel dan mafia beras impor ilegal serta dugaan praktik pengoplosan kembali mencuat di Kota Batam.
Isu lama yang selama bertahun-tahun beredar ini kembali menjadi sorotan publik setelah Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kejaksaan Agung dan Polri untuk menindak tegas seluruh praktik mafia pangan di Indonesia, termasuk peredaran beras impor ilegal dan oplosan.
Namun, meski isu ini semakin ramai diperbincangkan, hingga kini belum ada satu pun pelaku yang ditangkap di Batam.
Dugaan aktivitas pengoplosan kembali ramai diberitakan sejumlah media daring menjelang perintah presiden.
Beberapa titik yang disebut dalam pemberitaan, antara lain:
Jalan Bawal, Batu Merah Gudang penyimpanan, Pantai Stres, Batu Ampar, Batu Ampar Lokasi dugaan pengoplosan industri serta lokasi repacking dan distribusi.
Tidak ada satupun dari lokasi-lokasi tersebut yang telah diumumkan sebagai tersangka resmi ataupun objek penindakan hukum sejauh ini.
Dugaan Alur Impor Ilegal: Masuk dari Malaysia
Hasil penelusuran lapangan menunjukkan dugaan bahwa beras impor ilegal asal Thailand dan Myanmar masuk melalui sejumlah pelabuhan Malaysia, seperti Batu Pahat dan Johor Bahru, sebelum dibawa ke Batam.
Sumber internal menyebut ratusan kontainer diduga rutin masuk setiap bulan. Kuota resmi dari BP Batam diduga sering dijadikan kedok untuk memasukkan beras dalam jumlah jauh melebihi izin. Namun hingga berita ini disusun, pihak BP Batam belum memberikan konfirmasi terkait dugaan tersebut.
Dijual Sebagai Beras Premium, Margin Keuntungan Berlipat
Beras impor dari Thailand disebut dibeli sekitar Rp 5.100 per kilogram. Setelah ditambah ongkos kirim dan sejumlah biaya tidak resmi, harga naik menjadi Rp 6.500 – Rp 7.500 per kilogram.
Di Batam, beras ini kemudian dicampur dengan beras lokal berkualitas rendah, dikemas ulang, dan dijual kembali sebagai beras “premium” dengan harga Rp 14.000 – Rp 15.000 per kilogram.
Seorang sumber yang mengaku pernah terlibat menyatakan bahwa keuntungan dari bisnis ini bisa mencapai Rp 60 miliar hingga Rp 75 miliar per bulan.
Bea Cukai Kanwil Kepri juga beberapa kali menggagalkan pengiriman beras ilegal di perairan Tanjung Balai Karimun. Ribuan goni beras bermerek AT dan RP disita, yang diduga berhubungan dengan kegiatan distribusi dari Batam.
Dua importir besar berinisial B dan A sering disebut dalam kaitannya dengan merek tersebut. Nama-nama lain berinisial BJ juga kerap muncul dalam percakapan internal pelabuhan dan kalangan pedagang.
Dugaan “Lindungan Oknum” Bikin Praktik Tak Tersentuh?
Seorang mantan pelaksana operasional jaringan kartel mengungkapkan bahwa praktik ilegal ini dapat berjalan mulus karena diduga dibekingi oknum tertentu.
“Mereka tetap jalan meski presiden sudah perintahkan penindakan. Karena mereka merasa aman. Sampai sekarang belum ada yang disentuh hukum,” ujarnya.
Menunggu Penegakan Hukum
Hingga kini, belum ada perkembangan signifikan dari aparat terkait pengungkapan dugaan jaringan kartel dan mafia beras di Batam. Publik menantikan langkah konkret Kejaksaan Agung dan Kepolisian, terlebih setelah perintah tegas dari Presiden.
Sementara itu, aktivitas perdagangan beras di Batam terus berjalan dengan dinamika harga dan distribusi yang kerap menimbulkan tanda tanya di masyarakat. (Tim)

