Etahnews.id | BATAM – Seorang pengusaha asal Batam mengaku menjadi korban dugaan pemerasan dan penipuan oleh oknum anggota DPRD Batam berinisial M, hingga menyebabkan kerugian mencapai Rp 1,4 miliar.
Kasus ini mencuat ke publik setelah pengacara korban, Natalis N. Zega, menggelar konfrensi pers kepada awak media, Jumat (25/04/2025)
Perkara ini bermula dari kerja sama jual beli pasir seatrium, hasil pendalaman alur laut di kawasan PT SMOE Indonesia, Kecamatan Nongsa, yang dilakukan oleh PT Mantara pada tahun 2023. Pasir hasil pengerukan tersebut menumpuk selama hampir dua tahun karena belum adanya kejelasan regulasi.
Dalam upaya mencari solusi, pemilik pasir bertemu dengan seseorang berinisial H. Karena H tidak memiliki perusahaan resmi, ia menyewa PT GT Solution untuk mengurus legalitas dan transaksi penjualan pasir. Sebuah kontrak pribadi kemudian disepakati, termasuk syarat uang muka sebesar Rp 1 miliar jika H ingin mengoperasikan alat berat.
Karena H tidak mampu memenuhi syarat itu, ia kemudian menggandeng klien Natalis sebagai pemodal dengan skema bagi hasil 50:50. Setelah legalitas dan kewajiban pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) sebesar Rp 230 juta dilunasi, proyek pun berjalan.
Namun, sekitar satu bulan kemudian, aktivitas proyek dihentikan oleh personel dari Polresta Barelang dan Ditreskrimsus Polda Kepri, meskipun seluruh dokumen izin telah ditunjukkan. Klien Natalis lalu mencari bantuan M, seorang oknum anggota DPRD Batam, untuk menjembatani komunikasi dengan Kapolresta Barelang, Kombes Pol Heribertus Ompusunggu.
Pertemuan itu berhasil difasilitasi M, namun di balik bantuan tersebut, M meminta komisi sebesar Rp 50 ribu per kubik pasir. Tak berhenti di situ, M juga meminta jatah saham sebesar 20 persen dan mengarahkan pembayaran proyek melalui perusahaan miliknya.
Puncaknya terjadi menjelang Lebaran, 21 Maret 2025. M kembali meminta uang tunai sebesar Rp 500 juta dengan dalih akan disalurkan ke pihak Polda Kepri dan Polresta Barelang. Di bawah tekanan, klien Natalis akhirnya hanya sanggup menyerahkan Rp 350 juta secara tunai.
Namun ironis, dua hari setelah uang diserahkan, proyek kembali dihentikan oleh Polda Kepri tanpa penjelasan. Investigasi lebih lanjut mengungkap bahwa penghentian proyek diduga karena laporan ke Ketua DPRD Kepri dari perantara pemilik pasir, yang keberatan atas klaim M terhadap DP Rp 1 miliar.
"Klien kami telah menanggung kerugian besar. Semua uang yang diminta telah dipenuhi dengan harapan proyek berjalan lancar. Namun nyatanya, pekerjaan justru terhenti dan klien kami ditinggalkan tanpa kejelasan," kata Natalis.
Kuasa hukum korban menyatakan telah mengantongi bukti-bukti kuat berupa dokumen kontrak, bukti transfer, dan komunikasi dengan pihak-pihak terkait, dan akan menempuh jalur hukum untuk menuntut keadilan.
Hingga berita ini di publikasikan, Oknum Anggota DPRD Batam berinisial M dan Pihak Kopolisian Polresta Barelang dan Polda Kepri Belum berhasil dikonfirmasi awak media ini.(NZ)
Bersambung,,,,