Etahnews.id | BATAM - Tragedi memilukan kembali mengguncang kawasan industri galangan kapal Tanjung Uncang, Batam. Sebuah kapal tanker bernama MT Federal II meledak dan terbakar hebat di area PT ASL Shipyard Indonesia pada Selasa (15/10/2025) dini hari. Ledakan tersebut menewaskan sedikitnya 13 orang pekerja dan melukai lebih dari 20 orang lainnya.
Insiden ini bukan yang pertama kali terjadi di lokasi yang sama. Sebelumnya, pada 24 Juni 2025, kapal serupa juga terbakar di galangan tersebut dan menewaskan empat orang. Dua peristiwa serupa yang terjadi dalam kurun waktu kurang dari lima bulan kini menimbulkan pertanyaan besar terkait lemahnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di industri galangan kapal Batam.
Menurut keterangan pihak kepolisian, ledakan bermula saat sejumlah pekerja melakukan proses pengelasan di ruang tangki kapal yang sedang menjalani perbaikan. Diduga kuat, percikan api dari aktivitas tersebut memicu ledakan akibat adanya sisa gas yang mudah terbakar di ruang tertutup.
“Ledakan terdengar sangat keras hingga radius beberapa kilometer. Api langsung membesar dan sulit dikendalikan karena terjadi di bagian bawah kapal,” ujar seorang saksi mata yang juga merupakan pekerja galangan di sekitar lokasi kejadian.
Wali Kota Batam Amsakar Achmad menyoroti bahwa insiden ini merupakan kejadian kedua dalam waktu singkat. Ia menyebut adanya persoalan tata kelola dan penerapan SOP yang tidak berjalan dengan baik di perusahaan tersebut.
“Ini bukan lagi kecelakaan biasa, tapi sinyal bahaya dari lemahnya sistem keselamatan kerja. Perusahaan harus melakukan evaluasi total dan pembenahan menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang,” tegas Amsakar.
Pemerintah Kota Batam bersama BP Batam berkomitmen untuk mengawal penanganan kasus ini hingga seluruh aspek tanggung jawab dan evaluasi keselamatan kerja di PT ASL benar-benar dijalankan.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Kota Batam (HMKB) periode 2025/2026, Frando Sipayung, turut menyampaikan belasungkawa atas tragedi tersebut. Ia menilai bahwa terulangnya kebakaran di lokasi yang sama menunjukkan adanya kegagalan sistemik dalam penerapan K3 yang tak boleh lagi diabaikan.
“Kami meminta Pemerintah Kota Batam dan Dinas Tenaga Kerja untuk mengusut tuntas kasus ini secara transparan dan memperketat pengawasan di seluruh galangan kapal di Batam. Manajemen PT ASL juga harus bertanggung jawab penuh terhadap korban dan keluarganya, baik dalam bentuk kompensasi, pemulihan, maupun pembenahan sistem kerja,” tegas Frando.
Menurut HMKB, peristiwa kebakaran di PT ASL Shipyard Indonesia bukan sekadar kecelakaan kerja biasa, tetapi cerminan nyata lemahnya pengawasan dan tanggung jawab industri terhadap keselamatan pekerja.
Organisasi mahasiswa tersebut menyerukan agar penegakan hukum dilakukan secara transparan, perusahaan diminta bertanggung jawab penuh terhadap korban, dan pemerintah diharapkan tidak lagi menutup mata terhadap penderitaan para buruh galangan kapal.
“Nyawa pekerja jauh lebih berharga daripada keuntungan industri,” pungkas Frando dengan tegas. (Tim)

